Kata ‘Real’ berasal dari kata ‘Royal’ yang berarti kerajaan dan ‘Estate’ berarti tanah. Pada zaman dahulu kala, Real Estate diartikan sebagai su atu kawasan tanah yang dikuasai oleh raja, bangsawan dan landlord (tuan tanah pada jaman feodal diabad pertengahan), atau singkatnya, properti milik kerajaan. Kata ini merupakan pencerapan secara langsung dari bahasa Prancis sehingga pengertiannya pun diadaptasikan sesuai dengan pengertian bahasa asalnya. Pengertian kita mengenai Real Estate ini pun berubah seiring dengan perkembangan zaman. Di masa ini kata ‘Real Estate’ dapat diartikan sebagai tanah dan properti yang terdapat di atasnya yang dimiliki oleh seseorang dan memiliki nilai jual sehingga kata ‘Real Estate’ sering disinonimkan dengan kata ‘Real Property’. Meski demikian, mungkin kata ‘Real Estate’ di Indonesia lebih sering dimaknai secara berbeda-beda oleh masyarakat sebagai ‘perumahan, perkantoran, apartemen, dsb yang legal dan permanen.’ atau ‘proyek bangunan untuk masyarakat menengah ke atas yang dibangun secara besar-besaran’. Makna konotasi ini merupakan hasil dari perubahan makna yang terjadi akibat adanya penyesuaian ‘Real Estate’ sebagai tanda dengan perkembangan gejala sosial ‘perumahan masyarakat kini’ yang lebih sering dibangun secara besar-besaran dan karena pengembang lebih banyak membangun proyek-proyek perumahan, perkantoran, pertokoan, atau mixed-used building.
Real Estate ini pun tidak terlepas pengaruhnya dari arsitektur karena hasil dari Real Estate itu sendiri adalah produk arsitektural. Produk arsitektur ini ditandai dengan adanya batas-batas bangunan, serta indeks, ikon, atau simbol yang memperlihatkan bahwa bangunan tersebut dimiliki oleh seseorang atau instansi tertentu. Real Estate pun menandakan munculnya tipologi baru yang mendominasi dalam lingkungan masyarakat Indonesia kini, yakni tipologi arsitektur perumahan dan bangunan-bangunan tinggi kota seperti perkantoran, apartemen, dll, serta pembangunan unit-unit tempat tinggal yang bertipe dan bergaya sama.
Adanya pembangunan bangunan tertentu juga menandakan sesuatu yang berbeda di kawasan tersebut, yakni adanya potensi yang memberi peluang munculnya pembangunan di kawasan tersebut, yang mungkin juga turut mempengaruhi tingkat perekonomian masyarakat yang bermukim di sekitarnya, dan dapat menjadi ciri khas kawasan pembangunan. Contohnya, Pasar Pagi Mangga Dua tidak semata-mata hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bangunan tersebut hadir karena ada pasar masyarakat menengah ke bawah yang memungkinkan adanya peluang bagi pasar pagi tersebut untuk berkembang. Selain itu, adanya pembangunan pasar tersebut juga memberikan ciri ‘pusat penjualan barang-barang grosir terjangkau’ bagi kawasan tersebut. Munculnya identitas ini pun memicu pertumbuhan perekonomian di kawasan tersebut dan muncul pusat-pusat perbelanjaan murah lainnya di kawasan tersebut,seperti ITC, WTC Mangga Dua, dan Mangga Dua Square.
Konsep kata Real Estate ini terdiri atas konsep-konsep lainnya, seperti tanah dan bangunan arsitektural, kepemilikan, aktivitas bisnis, dan sebagainya. Seluruh konsep ini berdiri sebagai kata-kata benda yang merepresentasikan atau direpresentasikan oleh kata ‘Real Estate’. Namun, jika ditelaah secara lebih mendalam, Real Estate merupakan tanda munculnya proses pemunculan ide, peninjauan pasar, pemilihan lahan, pengurusan izin bangunan, proses pembangunan atau pembaharuan, hingga diakhiri dengan aktivitas jual-sewa-beli oleh sebuah instansi. Real Estate ini pun mengalami perkembangan-perkembangan dalam pelaksanaannya. Jika sebelum masa Orde Baru Real Estate hanya mencakup perumahan, kini pembangunan perkantoran, rumah susun, apartemen, dan bangunan-bangunan lainnya dapat dimasukkan dalam ranah Real Estate.
Dalam Real Estate, semotika pun berperan penting dalam mempengaruhi masyarakat karena perannya dalam mempromosikan properti yang akan dijual. Para developer tahu cara memanfaatkan bahkan memanipulasi tanda. Contohnya saja, di dalam brosur-brosur mengenai penjualan rumah yang terdapat gambar-gambar dan spesifikasi teknis mengenai rumah-rumah yang akan dijual di dalamnya. Gambar-gambar tersebut (signifiant atau expression) merupakan tanda yang merepresentasikan rumah yang sebenarnya agar pembacanya tahu kira-kira rumah yang dibangun bergaya apa, berapa tingkat, berada di lingkungan seperti apa, dsb, meskipun orang yang membaca brosur tersebut mungkin saja salah mengartikan makna dari gambar tersebut.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Real Estate sebagai tanda dapat dilihat sebagai konsep maupun proses, yang keduanya sudah mengalami perubahan makna yang diadaptasikan sesuai dengan perkembangan zaman. Semiotika pun berperan penting dalam Real Estate sehingga para pengembang pun perlu mempelajari semiologi.
Sumber:
Benny Hoed. 2011. ‘Semiotik & Dinamika Sosial Budaya’, Jakarta: Komunitas Bambu.
Robert F. Kiyosaki. 1998. ‘The Cash Flow Quadrant’. Techpress, Inc. hal. 146.
Recent Comments